Sebuah refleksi pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan

SEBUAH REFLEKSI PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG PENDIDIKAN
                                  Oleh : Sriani Wijaya, S.Pd  

Ki Hajar Dewantara (KHD) menggambarkan secara detail dan utuh pemikiran KHD tentang pendidikan. Filosofi KHD yang pertama mengartikan pendidikan sebagai tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat, menyadarkan kami para pendidik bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka salah satu kunci untuk mewujudkannya yaitu melalui pendidikan. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih, wadah bertumbuh kembangnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan. Hal ini mengumpamakan pendidikan seperti energi, dimana hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan melainkan energi hanya dapat diubah bentuk ke bentuk energi lainnya. Untuk itulah, pendidik harus menjadi sumber energi positif bagi anak didiknya agar dapat menyalurkan energi tersebut hingga akhirnya mereka mampu mentransformasikan ke bentuk energi lain yang luar biasa. 

Filosofi KHD yang kedua berkaitan dengan dasar-dasar pendidikan yang “menuntun”. KHD menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Disinilah peran pendidik sebagai sumber energi yang baik untuk anak-anak. Dalam konsep energi, setiap anak memiliki energinya masing-masing. Sehingga pendidik dapat mengubah bentuk energi tertentu menjadi energi lain yang lebih baik dan bermanfaat. 
Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, penulis mengibaratkan peran pendidik seperti sumber energi positif bagi anak. Jika energi yang ditransfer oleh pendidik positif maka yang diterima anak-anak pun positif. Sama hal nya pak tani yang merawat tanaman, baik atau tidaknya tergantung tangan atau perlakuan petani tersebut. Baik atau tidaknya perubahan laku murid tergantung bagaimana pendidik mentransferkan energinya. Selama proses “menuntun”, anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Seperti saat kita mempunyai sumber energi dari panel surya. Butuh peralatan lain yang harus dirancang dan dibuat agar panel surya tersebut dapat merubah bentuk energi ke bentuk lainnya. Tidak akan terjadi hubung singkat ataupun drop voltage jika perancang peralatan tersebut telah mendesain dan membuat dengan baik dan benar.

Konsep pemikiran-pemikiran filosofis KHD ketiga sangat relevan dengan kodrat alam dan kodrat zaman yang mengiringi kehidupan anak-anak. Artinya pendidikan yang diberikan menyesuaikan dengan kondisi lingkungan atau potensi anak. Selain itu juga harus mengikuti perkembangan zaman. Sama hal nya dengan perkembangan energi, dari lingkungan kemudian diubah sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman. Pendidik harus mampu memberikan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak pada zamannya dengan memperhatikan potensi dirinya. Salah satunya dengan menerapkan pendidikan abad ke-21 sesuai konteks lokal (budaya) di tempat asal seperti budaya “nyaneut” di daerah Cisurupan. 

Filosofi pendidikan KHD yang ke empat yaitu tentang Budi Pekerti. budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Proses pendidikan KHD disini menekankan 3 hal utama yaitu melatih panca indra, kehalusan budi pekerti dan kecerdasan. Menurut beliau pendidikan harus seimbang antara cipta, rasa dan karsa. Pengembangan karakter atau budi pekerti tidak dapat tercipta begitu saja, harus melalui pembiasaan-pembiasaan, baik di lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, maupun lingkungan masyarakatnya.

Refleksi Diri tentang Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Perubahan pemikiran atau perilaku penulis antara lain:

Murid bukanlah kertas kosong, melainkan kertas yang masih buram tinta yang tergores di dalamnya. Disinilah peran guru bagaimana menebalkan tinta buram tersebut menjadi tulisan yang jelas terbaca. Artinya, pada hakikatnya setiap murid telah memiliki bekal pengetahuan dan kemampuannya sendiri, namun potensi yang ada tersebut perlu penulis latih dan kembangkan hingga mereka menguatkan kodratnya dengan baik.
Murid yang tidak datang tepat waktu ke sekolah bukan berarti mereka tidak memiliki tekad yang kuat dalam belajar. Disinilah penulis mulai mecoba untuk dapat memahami kondisi murid, apa yang mereka hadapi dan alami dalam kehidupannya, karena peran pendidik tidak melulu tentang mengajarkan materi, melainkan mendampingi setiap proses tumbuh kembangnya laku anak agar menjadi pribadi yang lebih baik. 
Tidak semua murid memiliki kemampuan dan kecepatan yang sama dalam memahami sesuatu. Disinilah penulis mulai mencoba untuk mengelola pembelajaran agar setiap murid dapat melaluinya sesuai dengan kemampuan dan gaya belajarnya, memberi mereka ruang kreativitas belajar yang berbeda, hingga akhirnya mereka menemukan sendiri arti merdeka belajarnya. 
Guru bukanlah sumber utama atau satu-satunya tentang pembelajaran. Disinilah penulis mulai mengeksplorasi beberapa sumber informasi yang dapat mereka gunakan. Artinya, pendidik sebagai pamong yang menuntun dan mengarahkan segala potensi yang ada pada diri murid menjadi hal yang akan bermanfaat untuk kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat.
Setiap murid memiliki kebutuhan belajarnya masing-masing. Disinilah penulis mulai mencoba memahami apa yang sebenarnya mereka harapkan setelah melalui proses belajar bersama dengan penulis. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUGAS 3.1.a.6. DEMONSTRASI KONTEKSTUAL

Eksplorasi Konsep modul 3.1